Kakanwil Tak Perlu Menanggapi Desakan Mencopot Kalapas Tomohon karena Informasi MS Pelesir Ternyata Hoax -->
Cari Berita

Advertisement

Kakanwil Tak Perlu Menanggapi Desakan Mencopot Kalapas Tomohon karena Informasi MS Pelesir Ternyata Hoax

Jumat, 10 Januari 2025


MANADO –  Kepala Kantor Wilayah Hukum Sulut dianjurkan tidak perlu menanggapi desakan untuk mencopot jabatan Kepala Lapas Klas IIB Ratna Dwi Lestari. Personil Pelopor Angkatan Muda Indonesia (PAMI) Perjuangan Jeffrey Sorongan meminta Kakanwil untuk tidak gegabah mengambil kesimpulan dan kemudian menuruti keinginan segelintir orang yang meminta pencopotan jabatan Kalapas Perempuan Tomohon. Setelah menyelidiki informasi yang menuduh bahwa Ratna Dwi Lestari mengizinkan narapidana MS keluar Lapas, Sorongan menilai desakan pencopotan itu tendensius dan memang berlebihan.

“Saya sudah mengakses informasi secara utuh. Kakanwil perlu melihat dorongan pencopotan jabatan itu secara proporsional, obyektif dan tidak terkesan permisif dengan keinginan eksternal institusi. Sejauh yang kami teliti, Tudingan yang mengatakan MS pelesir itu tidak benar. Itu informasi menyesatkan. Informan hanya menunjuk foto tangkapan layar postingan story video suami MS, yang memang foto lama. MS benar pernah izin keluar dalam suatu momentum sebelumnya dan itu tidak salah. Narapidana itu dilindungi Undang-undang Pemasyarakatan untuk menggunakan haknya mendapat perawatan dan pengobatan di luar lapas sepanjang mengikuti prosedur observasi dokter lapas dan pengawalan yang ketat. Itu hak narapidana sungguhpun mereka orang bersalah di mata hukum,” jelas Sorongan.

Sorongan meminta agar tidak ada kesan Kakanwil menuruti keinginan orang -orang yang belum memahami persoalan internal Lapas.

“Kritik Masyarakat itu penting. Tapi tidak semua kritikan itu bersumber dari hal-hal yang obyektif. Kita kadang kala merasa benar untuk sesuatu hal yang kita sendiri belum duduk masalahnya. Apalagi absen pengetahuan mengenai standar baku pengelolaan Lapas. Cukup saja itu menjadi bahan evaluasi internal Lapas,” imbuh Sorongan.

Sementara itu, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Klas IIB Tomohon Ratna Dwi Lestari memberikan klarifikasi ihwal kontroversi keberadaan terpidana Tipikor perempuan MS alias Melinda yang oleh beberapa media menyebutkan sedang wara-wiri di pusat perbelanjaan. Dalam keterangan resmi yang disampaika ke meja redaksi melalui kontak WhatsApp, Ratna mengungkapkan, bahwa Melinda tidak pernah keluar Lapas pada tanggal 30 Desember 2024. Kata Ratna, pada hari itu Melinda sama seperti narapidana lain, berada dalam Lapas dan menjalankan aktivitas seperti biasa. 

Adapun foto diri Melinda yang kemudian disebut sedang berada di pusat perbelanjaan, menurut Ratna bukan foto di hari itu, 30 Desember. Foto itu diduga tangkapan layar Android warga atau media dari postingan video story suami Melinda di tanggal 30 Desember 2024. Itu rupanya foto lama, yang diabadikan sang suami saat Melinda mengajukan izin pemeriksaan dan pengobatan kesehatan di luar lapas pada momentum sebelumnya.

Pihak Lapas juga sudah meminta klarifikasi dan keterangan Melinda termasuk suaminya yang kemudian dituangkan dalam BAP pemeriksaan nomor W.25.PAS.PAS.8-PK.08.05.

''Kami sudah meminta klarifikasi Melinda Bersama suaminya dan dibuktikan dengan BAP. Dalam penjelasan yang bersangkutan, suaminya yang entah karena rindu atau apalah, memosting foto lama. Lapas memang zero HP. Dilarang menggunakan android. Dalam catatan dokumentasi izin keluar, Melinda pernah diizinkan untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan di luar atau di rumah sakit yang dimohonkan keluarganya," jelas Ratna, Kamis malam.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan, hal yang menyangkut izin keluar memang diatur dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. Itu merupakan hak narapidana yang harus dipenuhi tentu dengan standar dan ketentuan yang berlaku di Lapas. Misalnya, napi yang meminta berobat harus melalui observasi dokter Lapas untuk memastikan apakh jenis penyakit atau rasa sakit yang dialami harus dirawat di rumah sakit yang dimintai keluarga. Pun termasuk Cuti Mengunjungi Keluarga, semuanya sudah diatur berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan.  

Ia mencontohkan, Petugas Lapas diharuskan mengawal narapidana ke rumah sakit. Itu adalah proses yang dilakukan oleh penegak hukum atau lembaga penjara untuk memastikan bahwa seorang narapidana yang membutuhkan perawatan medis mendapatkan perawatan yang sesuai di rumah sakit.

“Pengawalan ini dapat dilakukan untuk berbagai alasan, seperti kondisi kesehatan yang memburuk, kecelakaan, atau kebutuhan perawatan medis rutin,” jelas Ratna.

Prosedur pengawalan narapidana ke rumah sakit dapat bervariasi berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku di suatu Lembaga.

Namun, menurut Ratna, beberapa langkah umum dalam proses ini termasuk:

Pertama, Evaluasi Medis. Narapidana yang memerlukan perawatan medis harus dievaluasi oleh petugas medis dalam penjara atau lembaga pemasyarakatan. Dokter akan menentukan tingkat keparahan kondisi dan apakah perawatan di rumah sakit diperlukan.

Kedua, pemberitahuan dan persetujuan. Narapidana dan pihak berwenang penjara biasanya akan diberitahu tentang kebutuhan perawatan medis, dan persetujuan atau otorisasi untuk pengawalan ke rumah sakit akan diperlukan. Dalam beberapa kasus, narapidana mungkin tidak memiliki pilihan dalam hal ini.

Ketiga, pengawalan. Narapidana akan diawasi ketat selama perjalanan ke rumah sakit. Pengawalan ini bisa melibatkan petugas keamanan, polisi, atau staf medis yang berspesialisasi dalam pengawalan narapidana.

Keempat, perawatan di Rumah Sakit. Setibanya di rumah sakit, narapidana akan menerima perawatan medis sesuai dengan kondisinya. Mereka akan tetap di bawah pengawasan dan pengawalan selama perawatan mereka di rumah sakit.


Kelima, Kembali ke Penjara. Setelah perawatan medis selesai, narapidana akan dikawal kembali ke penjara atau lembaga pemasyarakatan mereka. Proses ini juga melibatkan pengawalan yang ketat.


Pengawalan narapidana ke rumah sakit merupakan tindakan yang serius dan harus mematuhi semua prosedur hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan narapidana, staf medis, serta masyarakat umum. Pihak berwenang harus bekerja sama untuk menjaga keamanan selama seluruh proses ini.


Khusus mengenai izin pengobatan yang diajukan Melinda, Ratna menegaskan semua prosedur sudah terpentuhi. Baik evaluasi Kesehatan maupun pengawalan petugas berjalan normatif.


“Yang jadi gaduh karena foto yang diposting suami di story seolah-olah Melinda jalan-jalan,” tutur Ratna.


Dikonfirmasi terpisah, suami Melinda, Alla Berty Lumempow membenarkan bahwa dirinyalah yang memosting foto di tanggal 30 Desember 2024.


“Itu foto lama bro. Itu waktu istri saya menjalani pengobatan di rumah sakit. Mengertilah, sebagai suami, rasa rindu itu ada. Saya posting tanggal 30 Desember hanya untuk mengenang kebersamaan kami di tiap penghujung tahun. Kami selalu kumpul bersama. Tapi kali ini tidak. Saya mohon maaf kalau ini menggangu banyak pihak. Saya dan istri sudah memberikan klarifikasi ke Lapas.


(rocky)